SariAgri - Larangan mudik lebaran yang diterapkan pemerintah berdampak pada pendapatan pedagang bunga tabur di Garut, Ja


Penjual bunga tabur di Pasar Mandalagiri Garut, Nandang (57) mengatakan kebijakan larangan mudik cukup signifikan memukul usaha mereka.
"Setiap tahun mayoritas pembeli kami itu merupakan pemudik dari luar kota yang pulang ke Garut, sekarang mana ada?" tanya Nandang, Rabu, (12/5/2021).
Baca Juga: Tren Tanaman Hias Janda Bolong Diprediksi Tak Akan LamaTeh Tambi dan Pagilaran, Varietas Unggul dari Balittri
Menurut dia, ketiadaan pemudik menjadi masalah besar bagi penjual bunga tabur di Kota Garut.
"Biasanya kan mereka taziah ke makam orang tua atau sanak saudara, sekarang kebiasaan itu hilang, paling kami berharap pembeli lokal," katanya.
Warga asli Garut Kota itu mengungkapkan mulai berjualan bunga tabur di tahun 1980-an, kebijakan larangan mudik tahun ini dampaknya terasa pada penjualan bunga tabur.
https://humanlove.stream/wiki/SariAgri_Teknologi_iradiasi_merupakan_metode_penyinaran_terhadap_sebuah_produk_pangan_dengan_menggunakan_zat_radioaktif_Dengan_teknologi_penyimpanan_kualitas_produk_kelautan_dan_perikanan_lebih_terjaga "Tahun lalu juga sebenarnya sudah terasa, tapi pemerintah tidak melarang mudik, namun dengan larangan mudik kali ini, sangat terasa," ungkapnya.
Jika sebelumnya dia mampu menjual hingga 5 karung bunga tabur saat Idul Fitri, kali ini ragam bunga segar dari kota Lembang Bandung itu hanya terjual 2 karung.
"Biasanya kami pecah (bagi-bagi) lagi menjadi bungkusan kecil seharga Rp 5 -10 ribu per bungkus," katanya.
Meski demikian, Nandang mengaku lega minat masyarakat untuk membeli bunga tabur masih ada meski di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi.
"Kami terpaksa menjual harga lebih murah meskipun dengan bunga yang lebih banyak," katanya.
Pedagang bunga tabur lainnya, Winda berharap banyak pada peziarah lokal untuk membeli dagangannya. Selain bunga tabur, Winda menjual bunga sedap malam, radium dan lainnya yang dijual per tangkai. Dia juga menyediakan kendi tempat air dengan harga terjangkau.
"Kalau kendi biasanya kami jual mulai Rp10 ribu sampai Rp50 ribu sesuai ukuran," kata Winda.
Di tengah minimnya pembeli dari pemudik, Winda berharap pada peziarah lokal.
"Yang penting laku, daripada membusuk tidak dibeli penziarah," pungkasnya.
Video terkait: